Pagi itu mungkin adalah pertama kali sejak sekian lama saya mandi pukul 03.00 dini hari. Dinginnya air pagi itu membuat mata saya yang hanya tidur selama dua jam terbuka lebar. Pukul 04.00, saya harus sudah menampakkan batang hidung di Kantor Pusat DJKN (KanPus). Sialnya, bukannya tidur awal, mata saya malah sulit diajak kompromi hingga akhirnya saya baru bisa benar-benar terlelap saat lewat tengah malam.
Dengan menggendong "seonggok" ransel berukuran 55 liter, saya menuju Kanpus menggunakan ojek online.
Tiba di Kanpus, saya disambut mata-mata sembap berbagai rupa yang tak lain adalah rekan-rekan senasib sepenanggungan saya di DJKN. Berbagai tahap telah dilalui untuk menjadi abdi negara. Tahapan yang kali ini harus kami lalui adalah DTU (Diklat Teknis Umum). DTU sendiri bertujuan untuk mempersiapkan mental dan fisik kami sebelum menjadi PNS. Menurut gosip yang beredar sih DTU ini cukup agak lumayan menguras tenaga. Tetapi seburuk apapun itu, semua harus dihadapi demi menjadi punggawa keuangan negara.
Kami menuju Balai Diklat Cimahi dengan bus-bus yang sudah disiapkan oleh kantor. Di Balai Diklat Cimahi kesiapan fisik seluruh peserta DTU diperiksa. Ada sembilan orang teman saya yang harus kembali ke Jakarta karena tidak lolos saat cek kesehatan. Saya sebenarnya agak sedikit waswas juga sih, khawatir dengan lutut yang sempat cedera saat mendaki Gunung Arjuna saat masih SMA. Tapi tekad bulat saya mengalahkan segalanya, dengan sedikit ngeyel saya berhasil meyakinkan dokter agar diloloskan cek kesehatan. Beruntungnya saat DTU selama 10 hari tidak ada masalah fatal dengan kaki saya, hanya nyeri-nyeri sedikit.
Saat itu saya merasa iri dengan mereka yang bisa lolos dari cengkeraman DTU. Tapi hal sebaliknya justru saya rasakan saat menjalani DTU. Ya, mereka yang seharusnya iri karena gagal mengikuti masa-masa menyenangkan, seru, menantang, dan berbagai macam rasa yang bercampur aduk. 10 hari saya dan teman-teman DJKN dibina dan ditempa oleh Kopaskhas TNI AU Cimahi.
10 hari DTU, membuat hidup saya menjadi lebih teratur. Pukul 04.00 pagi saya sudah bangun untuk solat subuh. Tidak ada agenda mandi pagi bagi saya saat 10 hari DTU. Air Cimahi pagi buta cukup membuat nyali saya ciut! Hari yang masih gelap tidak menjadi penghalang untuk beraktifitas. Otot-otot lemah kami ini dipaksa bergerak mengikuti instruksi para pelatih. Lumayan lah untuk melawan dingin udara pagi Cimahi. Tapi lain lagi ceritanya kalau siang hari. Latihan fisik selama DTU sudah seperti minum obat yang tiga kali sehari.
Siangnya kami rutin lari siang mengelilingi skuadron 4 tempat kami latihan. Beberapa kali lari siang ditambah kegiatan BinSik (Bimbingan Fisik) oleh pelatih Yatno yang walaupun sudah berumur namun fisiknya tidak kalah dengan kami yang masih muda-muda ini. Kegiatan Bimsik ini berupa push up, sit up, dan pull up. Latihan fisik pagi dan siang hari masih kurang? Tenang saja, malam hari pun tak luput dari latihan fisik. Kami harus melakukan lari malam setelah apel malam selesai. Lari malam tidak cukup melelahkan karena kami hanya lari mengitari lapangan apel malam untuk beberapa kali putaran. Bisa dipastikan tidur kami malam harinya sangat pulas karena badan sudah lelah beraktivitas seharian ditambah lari malam sebelum jam tidur.
Bisa dibilang DTU ini adalah moment yang mengubah hidup saya. Agak lebay sih, tapi memang begitu adanya. Di DTU ini tanpa sengaja saya menjadi pribadi yang lain dari sebelumnya.
Ya, saya lebih aware dengan sekitar dan dipercaya memegang amanah. Salah satunya dengan menjadi Komandan Upacara ( Danup) untuk Upacara Penutupan. Nyangka nggak sih? Enggak. Ya karena dulunya saya tipikal orang yang cuek, bodo amat, yang penting ikut, dan nggak menonjol. Jujur kesempatan menjadi Danup ini membuat saya lebih berani tampil di depan umum. Yang awalnya gelagepan duluan kalau tampil atau ngomong di depan orang banyak, jadi casciscus waswiswus basbessss.
DTU ini benar-benar memorable buat saya dan sangat bermanfaat buat hidup saya ke depannya. Pokoknya diklat-diklat seperti ini nih yang perlu dicontoh. Isinya berbobot dan nggak ada yang namanya kegiatan nggak jelas alias perploncoan. Terimakasih yang buanyaaak buat para pelatih kami, Pelatih Mu'min yang bapakable banget, Pelatih Kardia yang pengeeen banget dibenci sama siswa diklatnya, Pelatih Suyatno yang keker kayaknya dia mantan model L-Men deh, Pelatih bapaknya pinpon yang kalem diem diem tapi care dan enak diajak curhat unch :3. Thanks a lot buat temen-temen Pleton E yang kooperatif banget dalam hal tikung-menikung snack dan insiden pisang dan susu -___-. Terimakasih banyak juga buat Pak Dwi, Pak Neil, dan pak pak yang lain yang udah bikin diklat sekereeeenn ini. Sallute up!
photo credit: Ferdian Jati & Andi Al Hakim, Fotografer handal DJKN punya.
Dengan menggendong "seonggok" ransel berukuran 55 liter, saya menuju Kanpus menggunakan ojek online.
Tiba di Kanpus, saya disambut mata-mata sembap berbagai rupa yang tak lain adalah rekan-rekan senasib sepenanggungan saya di DJKN. Berbagai tahap telah dilalui untuk menjadi abdi negara. Tahapan yang kali ini harus kami lalui adalah DTU (Diklat Teknis Umum). DTU sendiri bertujuan untuk mempersiapkan mental dan fisik kami sebelum menjadi PNS. Menurut gosip yang beredar sih DTU ini cukup agak lumayan menguras tenaga. Tetapi seburuk apapun itu, semua harus dihadapi demi menjadi punggawa keuangan negara.
Kami menuju Balai Diklat Cimahi dengan bus-bus yang sudah disiapkan oleh kantor. Di Balai Diklat Cimahi kesiapan fisik seluruh peserta DTU diperiksa. Ada sembilan orang teman saya yang harus kembali ke Jakarta karena tidak lolos saat cek kesehatan. Saya sebenarnya agak sedikit waswas juga sih, khawatir dengan lutut yang sempat cedera saat mendaki Gunung Arjuna saat masih SMA. Tapi tekad bulat saya mengalahkan segalanya, dengan sedikit ngeyel saya berhasil meyakinkan dokter agar diloloskan cek kesehatan. Beruntungnya saat DTU selama 10 hari tidak ada masalah fatal dengan kaki saya, hanya nyeri-nyeri sedikit.
Saat itu saya merasa iri dengan mereka yang bisa lolos dari cengkeraman DTU. Tapi hal sebaliknya justru saya rasakan saat menjalani DTU. Ya, mereka yang seharusnya iri karena gagal mengikuti masa-masa menyenangkan, seru, menantang, dan berbagai macam rasa yang bercampur aduk. 10 hari saya dan teman-teman DJKN dibina dan ditempa oleh Kopaskhas TNI AU Cimahi.
Upacara pembukaan DTU
10 hari DTU, membuat hidup saya menjadi lebih teratur. Pukul 04.00 pagi saya sudah bangun untuk solat subuh. Tidak ada agenda mandi pagi bagi saya saat 10 hari DTU. Air Cimahi pagi buta cukup membuat nyali saya ciut! Hari yang masih gelap tidak menjadi penghalang untuk beraktifitas. Otot-otot lemah kami ini dipaksa bergerak mengikuti instruksi para pelatih. Lumayan lah untuk melawan dingin udara pagi Cimahi. Tapi lain lagi ceritanya kalau siang hari. Latihan fisik selama DTU sudah seperti minum obat yang tiga kali sehari.
Guling berantai. PS: hanya untuk keperluan dokumentasi.
Siangnya kami rutin lari siang mengelilingi skuadron 4 tempat kami latihan. Beberapa kali lari siang ditambah kegiatan BinSik (Bimbingan Fisik) oleh pelatih Yatno yang walaupun sudah berumur namun fisiknya tidak kalah dengan kami yang masih muda-muda ini. Kegiatan Bimsik ini berupa push up, sit up, dan pull up. Latihan fisik pagi dan siang hari masih kurang? Tenang saja, malam hari pun tak luput dari latihan fisik. Kami harus melakukan lari malam setelah apel malam selesai. Lari malam tidak cukup melelahkan karena kami hanya lari mengitari lapangan apel malam untuk beberapa kali putaran. Bisa dipastikan tidur kami malam harinya sangat pulas karena badan sudah lelah beraktivitas seharian ditambah lari malam sebelum jam tidur.
Bisa dibilang DTU ini adalah moment yang mengubah hidup saya. Agak lebay sih, tapi memang begitu adanya. Di DTU ini tanpa sengaja saya menjadi pribadi yang lain dari sebelumnya.
Ketua Kelas dadakan, (Kanan) Pak Meirijal , Pejabat tampan favorit siswi-siswi DTU.
Saat menjadi Komandan Upacara.
photo credit: Ferdian Jati & Andi Al Hakim, Fotografer handal DJKN punya.
Komentar
Posting Komentar